Kesehatan gigi anak bisa memengaruhi prestasi akademiknya. Sebagai ilustrasi, di negara maju seperti Amerika Serikat, anak usia 15-17 tahun kehilangan rata-rata tiga hari sekolah dalam setahun karena masalah gigi berlubang. Tak perlu menunggu anak hingga beranjak dewasa untuk merawat kesehatan giginya. Sejak gigi pertama anak mulai tumbuh, orangtua harus merawat kesehatannya.
“Fakta menunjukkan, sampai saat ini masih banyak orangtua yang memiliki anggapan keliru bahwa gigi susu tidak perlu mendapat pemeliharaan seperti gigi permanen,” ujar drg Ratu Mirah Afifah GCClinDent, MDSc.Secara anatomis, gigi susu memang lebih rentan terhadap terjadinya gigi berlubang. Jika dibiarkan, gigi berlubang dapat menyebabkan rasa sakit, abses, dan gigi tanggal sebelum waktunya. Ini bisa berakibat tulang rahang tidak tumbuh secara maksimal, sehingga ketika gigi permanen tumbuh, tidak terdapat ruang yang cukup. Akibatnya, gigi anak pun tumbuh berjejal. Masalah pada gigi susu juga bisa berakibat pada gangguan fungsi pengunyahan dan kesulitan pelafalan huruf dalam berbicara. Yang harus disadari para orangtua, dampak psikologis juga bisa muncul pada anak jika gigi susu tidak dirawat dengan baik.
“Misalnya, anak jadi merasa rendah diri karena tampilan gigi yang buruk,” tambah Dr drg Zaura Rini Anggraeni, MDS, Ketua Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI). Rasa sakit gigi yang berkepanjangan juga bisa membuat anak tertinggal dalam hal pelajaran, serta memengaruhi konsentrasinya saat belajar. Jika dibiarkan, ini dapat memengaruhi keberhasilan akademis anak. Aktivitas bermain pun akan berkurang, karena rasa rasa sakit yang dialami. Dalam jangka panjang, ini bisa menghambat cita-cita anak. Ingat, beberapa profesi seperti pilot, model, tentara, astronot, pramugari, entertainer, dan lain-lain, menuntut pentingnya penampilan dan kesehatan gigi.
“Cita-cita mereka akan terwujud dari kondisi gigi yang sehat dan mereka berhak untuk itu,” tegas Rini.
FOTO: GIGISUSU.JPG – MODERN DENTISTRY.COM.AU